Saturday, May 10, 2014

Menjadi Agen Muslim yang Baik

Sedikit berbagi dari apa yang pernah saya baca.. (“99 Cahaya di Langit Eropa”)
Ini adalah kisah perjalanan Hanum Salsabiela Rais di Eropa
Semoga ini juga menginspirasimu… selamat membaca, dan mengaplikasikannya

… ada suara yang tiba-tiba mengusikku.  Suara cekikikan tamu kafe yang duduk di meja di balik tembok.  Dari bahasa Inggris yang begitu fasih, aku yakin mereka adalah para turis yang berkunjung di Kahlenberg.  Mereka sedang bercakap-cakap tentang..
            Roti croissant! Roti croissant yang sedang mereka santap.   Dan kata-kata inilah yang membuatku menghentikan Fatma berbicara: “if you want to ridicule Muslims, this is how to do it! Kalau kalian mau mengolok-olok Muslim, begini caranya!”
            Aku mengintip turis itu memakan croissant dengan gaya rakus yang dibuat-buat. “Croissant itu bukan dari Perancis, guys, tapi dari Austria. Roti untuk merayakan kekalahan Turki di Wina.  Kalau bendera Turki itu berbentuk hati, pasti roti croissant sekarang berbentuk ‘love’ bukan sabit”
            Aku melihat Fatma hanya termangu… “kurasa tamu di balik tembok ini sedang menjelek-jelekkan Islam.  Mereka menyebut croissant melambangkan bendera Turki yang bisa dimakan.  Kalau makn croissant artinya memakan Islam! Pokoknya menyebalkan!”
            Sejenak Fatma terdiam mendengar bisikanku… “Aku punya rencana Hanum!”.  Aku merasa menyesal berkata demikian kepada Fatma.  Akankah melabrak  para turis menjadi opsi kami??
 
            “Aku perlu tahu dulu, berapa orang yang ada di balik tembok itu, Hanum,” kata Fatma
            “Tiga orang, 2 laki-laki dan 1 perempuan. Seumuran dengan kita, kurasa.  Kita habiskan dulu minuman dan makanan ini. Kita bayar, lalu kita peringatkan mereka baik-baik, Fatma”
            “Apa sih yang mereka makan? Croissant saja?” Tanya Fatma ragu.  Pertanyaan yang aneh menurutku.  “Ya, dan 3 bir sepertinya,” jawabku pendek
            Fatma langsung memanggil pelayan perempuan… “Aku membayar untuk semua.  Termasuk untuk meja di belakang kami, “ kata Fatma pada pelayan itu.
            “Aku yakin tagihannya tak lebih dari 15 Euro.  Kalau sisa, itu tipmu dan kalau kurang, suruh mereka bayar kekurangannya saja.  Oh ya, berikan pesan ini untuk mereka kalau kami sudah pergi,” ujar Fatma.
            Aku tercekat. Terdiam. Terpana.  Aku seperti orang linglung.  Seperti dibodohi oleh kelakuan Fatma.  Jadi inikah rencana Fatma? Cara membalas dendam macam apa ini?masih kucoba mengumpulkan kesadaranku.
            “Kau tahu kenapa aku mengajakmu ke sini, Hanum?” Tanya Fatma
            “Karena kita sama-sama muslimah, Hanum”
            “Aku perlu memberitahumu sedikit sejarah, Hanum.  Turki negaraku, pernah hampir menguasai Eropa Barat. Sekitar 300 tahun lalu, Pasukan Turki yang sudah mengepung Wina akhirnya dipukul mundur oleh gabungan Jerman dan Polandia dari atas bukit ini.  Islam Ottoman Turki kemudian kalah terdesak ke arah timur.  Jadi, busa saja turis itu benar.  Roti Croissant memang symbol kekalahan Turki saat itu”
            “Kau menulis apa di kertas itu, Fatma?” kataku
            “Aku Cuma tahu sedikit bahasa Inggris, Hanum. Aku hanya menulis: “Hi, Iam Fatma, a muslim from Turkey’, lalu kutulis alamat emailku. Itu saja”
            “Bagaimana kau bisa tak marah sedikit pun, Fatma?” tanyaku lagi
            “Tentu aku tersinggung, Hanum. Dulu akau juga menjadi emosi jika mendengar hal yang tak cocok di negeri ini.  Apalagi masalah etnis dan agama.  Tapi seperti kau dan dinginnya  hawa di Eropa ini, suhu tubuhmu akan menyesuaikan. Kau perlu penyesuaian, Hanum. 

Hanya satu yang harus kita ingat. Misi kita adalah menjadi agen Islam yang damai, teduh, indah, yang membawa keberkahan di komunitas nonmuslim. Dan itu tidak akan pernah mudah.”

            Aku berusaha meresapi  kata-kata Fatma. Menjadi agen Islam yang baik di Eropa. Sekarang ini dibutuhkan mendesak agen muslim yang menebar kebaikan dan sikap positif. Yang kuat menahan diri, mengalah bukan karena kalah, tetapi mengalah karena sudah memetik kemenangan hakiki.  Membalas olok-olok bukan dengan balik mengolok-olok, tetapi membalsnya dengan memanusiakan si pengolok-olok. 
….
(di bab lain)
“Hanum, lihatlah e-mail siapa ini.”
Fatma mengangsurkan kepadaku sebuah print out e-mail kucel.

            Hi Fatma, nice to know you. Thanks for the treat in Kahlenberg café. We’re really looking forward to treat you back someday.  Hope to see you soon.  It took me quite sometimes to send out this e-mail to you because I had no idea how to express my regret. Are you Muslim? Thank God, I think we could be penfriends and I’ll tell the world that my best penfriends is a Muslim?
Write me back
Paul

PS: I do hate croissant anyway, because…Ilove kebab most!
            Aku tak pernah membayangkan cerita itu bisa berakhir seindah ini.  Begitu banyak hal yang membuatku belajar dari perjalananku di Eropa ini. Bahwa membuat orang bahagia sekaligus diri kita bahagia sungguh sangat mudah, asalkan kita membuka mat ahati kita.  Fatma mengajarkan hal itu kepadaku.

credit: elleanora23

No comments:

Post a Comment